20.3.13

Tidak Menghargai Adat Akan Dikucilkan Dari Adat


Dr. H.P Panggabean, Ketua Umum Kerukunan Masyarakat Batak. Bagi masyarakat Batak yang mayoritas Kristen, perkawinan adat sangat dihormati. Dalam pernikahan, setelah pemberkatan nikah di gereja umumnya selalu dilanjutkan acara adat. Karena itu, perkawinan dengan beda suku diterima asal terlebih dahulu “mangain marga.” Mangain artinya memberikan marga pada seseorang yang bukan suku Batak. Jika seseorang sudah diberikan marga otomatis dia diterima sebagai orang Batak.


Itu juga yang terjadi dalam per-kawinan Ruhut Sitompul dengan Anna Rudhiantiana Legawati boru Tobing selain su-dah menikah di Sdyney, Australia keduanya juga sudah menikah secara adat di Me-dan pada 2000. Di pernikahan itu, Anna dikukuhkan sebagai boru Tobing setelah di-angkat anak oleh Pendeta Robert Lumban Tobing.
Menurut Ketua Umum Kerukunan Masyarakat Batak, Dr HP Panggabean mengatakan bahwa perkawinan secara adat sah. “Perkawinan secara adat itu sah. Orang-orang Tionghoa, atau suku-suku di pedalaman banyak perkawinannya dicatatkan dicatatan sipil, tetapi perkawinan mereka sah.”
Lalu, apakah perkawinan Ruhut dengan Anna itu sah? Sah dong. Sah secara adat. Karena dia sudah diadati, sudah mangain marga,” ujar mantan Hakim Agung ini pada Reformata saat bertemu di Jakarta Golf Club,Rawamangun, Rabu (3/8) lalu.
Panggabean menambahkan, per-masalahannya sekarang adalah bagaimana dampak perkawinan yang demikian. Kalau Ruhut tidak mengakui perkawinan dengan istrinya pertama? “Dampaknya pisah ranjang, status anak dan masalah harta. Menurut adat Batak harta yang diperoleh atau kekayaan dari Ruhut Sitompul selama perkawinannya dengan istri pertama adalah hak dari istri pertama. Tidak boleh dicampuri istri yang kedua. Dan kalau perkawinan secara adat nanti anak yang lahir dari perkawinan itu nanti mengurus akte lahirnya disebut membuat akte kenal lahir. Itu sah.”
Lalu bagaimana soal anaknya? “Kalau anak masih belum dewasa meskipun anak menyandang marga dari bapaknya, umumnya hakim menyarakan hal itu dibawa asuhan ibunya. Tetapi, kalau sudah dewasa sang anak bisa menentukan sendiri ke mana sang anak ikut. Nah, kalau sang suami juga tidak mengakui anaknya dari istri pertama. Maka otomatis pindah tanggung-jawabnya pada dongan sabutuhanya, saudara semarganya. Sanksi adatnya, kalau Ruhut nanti meninggal tidak akan lagi dihormati marga Sitompul dan marga Tobing,” tambahnya.
“Katakanlah nanti umur Ruhut ini 100 tahun lalu meninggal. Jadi karena dia tidak menghargai adat, maka marga itu tidak menghargai dia. Sederhana saja, orang yang tidak mengikuti aturan adat akan dikuncilkan dari adat dan orang yang tidak yang mengikuti aturan gereja akan dikucilkan dari gereja,” jelasnya.
Lebih lanjut Panggabean mengatakan, sanksi adat ini jelas. Kalau orang meninggal tidak lagi dihormati oleh marganya dan marga istrinya itu yang paling menyedihkan. Terkait dengan penyangkalan Ruhut tidak mengakui perkawinannya dengan Anna, padahal sudah diresmikian secara adat Batak, punguan Tobing juga merasa dilecehkan.
Jadi apa yang harus dilakukan Tobing? “Tobing sudah menyatakan bahwa mereka dihina. Saya kira nanti Ruhut ini nanti dikucilkan dalam adat Batak, dan gereja. Hanya pertanyaan sekarang adalah gereja yang memberkati dia itu juga perlu dipertanyakan. Jangan-jangan pendetanya juga ceroboh. Masak Ruhut mengaku masih lajang dipercaya sedemikan,” ujarnya mempertanyakan.
Dalam adat apa boleh bercerai? “Perceraian dalam adat itu tidak gampang. Kalau laki-laki yang menyiayiakan pasangannya berarti dia akan diberikan sanki adat yang berat dengan membayar 15 kali biaya pernikannya, demikian sebaliknya. Tetapi faktanya ada saja orang bercerai. Tetapi, jika memang perkawinan itu tidak bisa lagi dipertahankan dia harus ikut sanksi adat itu.”
Masalah perkawinan Ruhut ini menurut Panggabean muaranya selalu pada masalah harta.”Harta sejak dia menikah dengan Anna menjadi miliki dia dan istri pertama bersama anaknya. Jadi, misalnya kala Ruhut itu kaya raya, istri pertama berhak meminta pembiayaan hidup dengan anaknya. Dan istri kedua tidak berhak mencampuri hal tersebut.”
Bagaimana penyelesaian yang terbaik? “Harus dicoba diselesaikan dengan adat. Kalau memang istrinya pertama juga tidak mau lagi bersama dengan Ruhut, atau Ruhut tidak lagi mau dengan istrinya pertama, iya tetap saja pisah. Tetapi hak seperti yang kita sebutkan tadi harus menjadi hak istrinya pertama.
Hanya saja, lagi-lagi kata Panggabean, ini masalah etika. “Manusia memiliki kebebasan yang seluas-luasnya. Abraham istrinya dua, Salomo istrinya 900 ratus orang, tetapi tidak boleh kebebasan kita menyakiti orang lain. Karena itu, berlakulah adat untuk jangan mengunakan kebebasannya dengan semaunya sendiri. Jadi adat itu adalah patokan-patokan yang tidak boleh dilanggar,” terangya.
Sembari mengatakan, kita juga tidak bisa memaksakan Anna menerima Ruhut kembali apabila dia tidak lagi mampu menahan suaminya, kalau suaminya tidak bisa lagi dijaga moralnya.

Sumber: Tabloid Reformata Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis komentar anda disini